Kamu, iya kamu pernah menjadi bagian dari hari hariku. Setiap malam,
sebelum tidur aku habiskan sisa waktu untuk istirahatku untuk sejenak membaca
kembali pesan singkatmu. Tawa kecil, candaan yang begitu hangat membuatku
tersenyum diam diam. Perasaan ini sungguh dalam, hingga aku memilih untuk
memendam.
Jatuh cinta
adalah proses yang membutuhkan waktu yang sangat panjang. Seharusnya itu yang
aku rasakan secara ilmiah dan manusiawi. Proses yang panjang itu ternyata tak
kulewati. Pertama kali melihatmu ; aku tak pernah merasakan apa apa. Apa lagi
suatu perasaan harfiah setiap insane manusia. Namun, ternyata aku mulai
penasaran pada dirimu yang diam diam mulai memasuki kekosongan hatiku. Aku membukanya.
Kehadiranmu mulai membelaiku. Ketika pesan singkatmu menyapaku terlebih dahulu.
Semuanya indah…..dulu.
Hmm ternyata aku
yang terlalu berharap lebih dengan sikapmu padaku. Berharap sesuatu yang aku
sendiri sadar kalau aku salah. Ku gantungkan mimpiku untuk menemanimu. Saat kamu
ada di dekatku, keteduhan yang belum pernah aku rasakan itu memelukku. Senyuman
mu itu, yang menghancurkan semua keraguanku. Tatapan mata itu, seolah
mengatakan kalau kamu memang pribadi yang baik dan unik :’)
Tuan, tak mungkin
kamu nggak tau rasa sesak yang menusuk hatiku. Rasa aneh yang setiap hari
menemaniku semenjak hadirmu. Atau…kamu memang tak pernah merasakan nya ? entahlah…
dulu aku pernah berharap menjadi alasan mu untuk selalu tersenyum seperti itu,
menjadi tempat untuk bersandar saat dunia tak memihak padamu, menjadi orang yang
mengusap lelah tubuhmu. Namun, aku salah itu tak pernah terjadi;hanya omong
kosong. Terlalu tinggi.
Kini, semua
berakhir tanpa ucap pisah. Tanpa lambaian tangan. Perjuanganku terhenti saat
aku tahu bahwa sudah ada seseorang yang lebih baik dan sempurna dariku. Jika ia
tak sempurna, maka kamu tak mungkin memilihnya untuk menjadi satu-satunya
bagimu.
Tuhan, jika aku
boleh meminta aku tak ingin perkenalan kita terjadi. Aku tak ingin mendengar
suaramu yang unik itu, aku tak ingin membaca pesan singkat sapaan mu yang
manis. Aku tak ingin mengenalmmu dalam keadaan seperti ini. Jika pada akhirnya
semua hanyalah sampah yang harus utnuk dibuang, jika kamu menghempaskan aku
sekeji ini.
Aku, memang bukan
bidadari, aku memang bukan wanita yang indah dimatamu. Namun, jangan pernah
sakiti aku atau siapapun sekeji ini. Walau bagaimanapun, aku terlalu perasa. Bahkan
aku tak tahu bagaimana mengatur sikapku di depanmu. Aku tak tahu …
Setiap hari,
setiap waktu, setiap aku melihatmu bersamanya; aku selalu menganggap semua baik
baik saja. Semua akan berakhir seiring berjalanya waktu. Dan aku yakin
perasaanku ini akan hilang pada waktunya. Yah waktunya…
Aku memimpikan luka akan segera kering dan berganti canda dan
tawa. Aku sudah mencoba..sudah;aku tak bisa.
Sementara ini
saja, aku tak kuat melihatmu menggenggam jemarinya. Sulit rasanya menerima kamu
yang begitu kucintai malah memilih orang lain sebagai persinggahan mu. Tak mudah
bagiku meyakinkan diriku untuk melupakanmu lalu mencari penggantimu.
Aku menulis ini
ketika mataku tak kuat lagi menangis. Aku menulis ini ketika mulutku tak mampu
lagi berkeluh. Aku mengingatmu sebagai sosok yang hadir, meskipun tak pernah
benarbenar tinggal. Aku hanya lah persinggahan tempatmu membuang cemas,
tempatmu pergi tanpa janji untuk pulang.
Dan akhirnya. Semoga
kamu tahu. Setiap hari,setiap waktu aku berjuang melupakanmu. Tak hanya itu,
aku berusaha untuk menformat ingatan tentang mu, dan kenangan yang pernah kamu
buat menjadi seindah ini lalu seburuk ini. Aku memaksaku agar membencimu. Membencimu
yang telah mempermainkan perasaan ini. Tapi, untuk apa? Kau tak kan pernah berbalik
arah padaku. Kenyataan yang begitu kelam.
Bisakah kau
bayangkan rasanya jadi aku yang setiap hari melihatmu denganya? Menyembuhkan luka
dengan caraku sendiri; dan tak pernah berhasil.
Bisakah kau bayangkan rasanya jadi aku yang setiap hari berpura
pura seakan semuanya baik baik saja? Tak bisa. Tak kan pernah bisa. Karna kau
tak perasa.
-end-
0 comments:
Posting Komentar